Friday 16 September 2011

Asal Mula Salatiga

Dulu, kabupaten Semarang termasuk wilayah Kesultanan Demak. Daerah ini diperintah oleh seseorang bupati bernama Ki Ageng Pendanaran. Beliau seorang bupati yang ditaati rakyat. Selain berwibawa, beliau juga kaya raya.
Akan tetapi, lama kelamaan beliau semakin memperkaya diri sendiri. Beliau tidak lagi memperdulikan rakyatnya.

Sunan Kalijaga, penasihat sultan Demak, bermaksud mengingatkan sang bupati. Dengan berpakaian compang-camping, beliau menyamar sebagai pedagang rumput.
Beliau menawarkan rumput itu kepada ki Ageng. Ki Ageng mau membeli rumput itu dengan harga murah. Sunan Kali jaga tidak mau memberikannya.
Akhirnya, Ki Ageng marah dan mengusir Sunan Kalijaga. Sebelum pergi, Sunan Kalijaga berkata bahwa dia menunjukan cara memperoleh kekayaan kekayaan dengan mudah. Sunan Kalijaga kemudian meminjam cangkul. Sunan Kalijaga kemudian mencangkul tanah di depan kabupaten. Ki Ageng kaget ketika melihat bongkahan emas segede kepala beliau dibalik tanah yang dicangkul Sunan Kalijaga. Ki Ageng lalu memperhatikan pedagang rumput itu dengan seksama. Setelah tahu siapa sebenarnya, ia pun terkejut. Kemudian ia minta maaf. Ia pun bersedia dihukum karena kesalahannya.
Sunan Kalijaga memaafkan Ki Ageng. Sunan Kalijaga berpesan agar Ki Ageng kembali memerintah dengan cara yang benar.
Sejak kejadian itu, hidup Ki Ageng menjadi gelisah. Beliau lalu memutuskan untuk menebus kesalahannya. Beliau meninggalkan jabatan Bupati. Beliau ingin mengikuti jejak Sunan Kalijaga menjadi penyar agama.
Beliau juga berminat pergi ke gunung Jabalkat. Beliau ingin mendirikan pesantren di sana.
Nyai Ageng ingin ikut pergi bersama Ki Ageng. Ki Ageng memperbolehkan Nyi Ageng ikut, tetapi dengan syarat, Nyai ageng tidak memperbolehkan membawa harta benda.
Pada waktu yang ditentukan, Nyai Ageng belum siap. Beliau masih sibuk. Nyai Ageng ternyata mengatur persiapan yang akan dibawanya dengan tongkat bambu. Ki Ageng lalu berangkat duluan.
Setelah siap. Nyai Ageng lalu menyusul. Ditengah jalan, Nyai Ageng dicegat tiga perampok yang meminta hartanya. Akhirnya, semua perhiasan yang dibawa diberikannya kepada para perampok.
Nyai Ageng menyusul Ki Ageng. Setelah bertemu, Nyai Ageng menceritakan peristiwa yang telah dialaminya.
Ki Ageng berkata bahwa kelak, tempat Nyai Ageng dirampok akan bernama “Salatiga”, berasal dari kata salah dan tiga, yaitu tiga orang yang bersalah.
Sekilas Kota Salatiga
Kota Salatiga secara geografis berada di tengah-tengah kawasan segitiga kota besar yang terkenal dengan sebutan “Joglo Semar” yaitu Yogyakarta (± 100 km), Solo (± 50 km) dan Semarang (± 45 km).
Kota Salatiga berada pada ketinggian ± 600 meter di atas permukaan laut, terletak di lereng Gunung Merbabu.
Secara administratif, Kota Salatiga berada di Propinsi Jawa Tengah, di tengah-tengah wilayah Kabupaten Semarang. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tuntang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Getasan dan Tengaran. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Tengaran. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kecamatan Getasan dan Tuntang.
Kota Salatiga mengalami beberapa kali perubahan luas wilayah. Perubahan luas wilayah yang terakhir terjadi pada tahun 1992 dan telah diresmikan pada tahun 1993. Pemekaran wilayah tersebut adalah dari 9 kelurahan, 1 kecamatan menjadi 9 kelurahan dan 13 desa, 4 kecamatan.
Jumlah penduduk Salatiga ± 100.000 jiwa, 90 % diantaranya suku Jawa. Ada juga sedikit WNI keturunan dan suku-suku lain dari berbagai daerah di Indonesia. Bahasa Jawa merupakan bahasa percakapan sehari-hari di kota ini, selain Bahasa Indonesia yang umum digunakan.

foto foto salatiga tempo doloe

                                                            inilah esto tempoe doloe

                                                                          watu rumpuk










No comments:

Post a Comment